TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) menyebut negara telah gagal melindungi buruh, khususnya melalui UU Cipta Kerja yang membuat buruh semakin rentan.
Pernyataan sikap ini disampaikan KPR dalam aksi Hari Buruh Internasional di 15 Provinsi dan 54 Kabupaten kota untuk melanjutkan perjuangan menolak UU Cipta Kerja dan seluruh aturan turunannya.
Ketua Umum KPR Herman Abdulrohman menilai aturan tersebut hanya akan membuka celah para elite politik dan kroninya memonopoli akses ekonomi di Indonesia. Sementara itu, hak dasar buruh dikurangi dan PHK massal di mana-mana.
“Di dalam aturan turunan UU Cipta Kerja, banyak yang bertabrakan dengan konstitusi terutama dalam Masa Covid yang membuat banyak perusahaan melakukan PHK massal dengan alasan 'Force Majeure' dan dilonggarkan di PP 35 Tahun 2021. Sedangkan dalam Putusan MK No 19 tahun 2011, setiap dalih keadaan memaksa tersebut harus mengalami tutup permanen, keadaan seperti ini paling tidak membuat 345 Anggota kami mengalami kehilangan pekerjaan," kata Herman dalam siaran tertulis, Sabtu, 1 Mei 2021.
Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti mengatakan aturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta kerja pada akhirnya hanya menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. Bahkan, gagal menjawab persoalan bonus demografi.
“Pengaturan ketenagakerjaan di bawah UU Cipta Kerja semakin membuat aturan yang lebih fleksible lagi. Artinya, ini akan meningkatkan jumlah pekerja informal yang pada akhirnya membuat skema jaminan menjadi tidak efektif,” kata Rachmi.